Emotional Wellness For A Better Future
  • HOME
  • About
  • POSITIVE ORGANIZATION
    • HOLISTIC SERVICES
    • EVENTS
  • POSITIVE FAMILY
    • Mind >
      • PSYCH-K® >
        • Book A Private Session
      • Emotional Intelligence
    • Body >
      • Balance Auditory Vision Exercise >
        • Book Training
      • Color Therapy
      • Brain Gym®
    • Soul >
      • Family Constellation
  • PRIVATE SESSION
  • WORKSHOP
  • CLIENTS
  • BLOG
  • CONTACT

ORANG DEWASAPUN DAPAT MENGALAMI TEMPER TANTRUMS  

11/14/2014

12 Comments

 
Pada acara bincang-bincang Dr. Phil yang ditayangkan beberapa waktu  lalu dibahas tentang temper tantrums pada orang dewasa. Kasus yang diangkat adalah masalah yang dialami pasangan suami istri Laurie dan Patrick yang memiliki putra bernama Stephen. Si anak masih tinggal bersama mereka walaupun usianya sudah 25 tahun. Di negara barat seperti di Amerika biasanya anak keluar dari rumah dan hidup mandiri setelah mencapai usia 18 tahun. Stephen masih tinggal bersama orang tuanya karena ia tidak memiliki pekerjaan. Yang menjadi persoalan adalah Stephen kerap mencuri, bersikap dan berkata kasar terhadap orang tuanya, mengancam untuk melukai mereka jika tidak diberikan uang untuk membeli bensin, bahkan ia pun pernah merusak rumah dan berbagai perabotan dan peralatan elektronik.

Menurut Stephen ketika ia merasa marah, ia tidak dapat mengontrol tindakannya. Ia seperti tidak sadar dan tidak memikirkan konsekuensi tindakannya. Dr. Phil mengobservasi Stephen memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan membentuk kalimat yang logis. Ketika ditanyakan ke orang tuanya, mereka mengatakan bahwa Stephen sudah beberapa kali diusir dari rumah namun mereka membiarkan ia untuk kembali karena mereka takut terjadi hal yang buruk pada Stephen. Dr. Phil berusaha menjelaskan bahwa yang dilakukan Stephen selama ini adalah kekerasan. Stephen sendiri mengakui bahwa ia tidak menyukai dirinya sendiri ketika melakukan tindakan-tindakan tersebut.

Menurut Dr. Phil, perilaku Stephen yang mengancam jika tidak diberikan uang adalah sama saja dengan tantrum yang ditunjukkan anak kecil ketika berada di supermarket. Stephen bertingkah seperti itu karena ia tahu orang tuanya akan selalu memberikan yang ia mau.

Kasus di atas adalah contoh temper tantrums yang terjadi di rumah. Kita mungkin sering menyaksikan di sekitar kita orang dewasa yang menunjukkan temper tantrums di tempat umum. Misalnya ketika di restoran, seseorang memesan makanan namun setelah beberapa saat makanan yang dipesan tidak juga datang, orang itu lalu berteriak memaki pelayan restoran dan menuntut untuk bertemu manajer restoran tersebut. Mungkin perilaku seperti itu ditunjukkan oleh pasangan,  anggota keluarga, ataupun diri kita sendiri.

 

Apa penyebab orang dewasa mengalami temper tantrums?

Ada beberapa penyebab mengapa orang dewasa mengalami temper tantrums. Pertama, yaitu karena ketidakdewasaan emosi (emotional immaturity) seseorang. Psikolog Erik Erikson mengungkapkan bahwa ketika seseorang tidak mencapai tantangan emosi pada satu tahap perkembangan mereka cenderung terhenti pada tahap itu. Bagian dari tumbuh dewasa adalah mengembangkan keterampilan diri dalam menghadapi kekecewaan dalam hidup. Di akhir masa remaja seharusnya seseorang sudah memiliki keterampilan tersebut. Namun bagi sebagian orang mereka belum mencapai tahap itu.

Kedua adalah ketidakamanan emosi (emotional insecurity).  Ketidakamanan emosi pada orang dewasa dapat mendorong tantrum dan menyebabkan rasa frustrasi. Faktor-faktor ini ditambah dengan kekecewaan dapat memicu terjadinya ledakan emosi.

Selain itu adalah ketidakmampuan untuk memaafkan (unforgiveness). Hal ini memotivasi tantrum karena seseorang merasa menjadi korban dari ketidakadilan. Ketika suatu hal terjadi tidak sesuai harapan seseorang,  dapat menyebabkan ia merasa diperlakukan tidak adil dan perasaan itu lalu berubah menjadi kemarahan.

Faktor lainnya adalah kepribadian. Tantrum yang dialami orang dewasa juga berhubungan dengan kepribadian seseorang. Salah satu dimensi dari lima faktor model kepribadian adalah neurotisisme, yang dimanifestasikan oleh kecemasan, kemurungan, kekhawatiran, rasa iri dan kecemburuan.  Neurotisisme yang tinggi bisa menyebabkan seseorang cenderung mengalami ledakan emosi.

Tantrum juga bisa disebabkan oleh stres. Stres membuat tangki emosional kita berada dalam kondisi mendidih yang bisa meledak kapan pun. Faktor yang lain adalah keegoisan. Menurut Dr. Igor Galynker dari Beth Israel Medical Center Department of Psychiatry, orang yang menunjukkan temper tantrums dan melampiaskannya pada orang lain melakukan hal tersebut karena mereka bisa,  mereka merasa berhak dan orang lain harus bisa mentolerir perilaku mereka. Galynker juga mengungkapkan bahwa temper tantrum yang ditunjukkan orang dewasa intinya adalah mengenai kontrol. Mungkin mereka memiliki pasangan yang membiarkan mereka berperilaku seperti itu atau orang tua yang tidak pernah menerapkan batasan.  

Menurut psikolog yang juga pakar manajemen kemarahan Dr. Joe James, Md., kemarahan adalah respon protektif terhadap luka atau rasa sakit. Saat kita merasa kewalahan dan sesuatu terjadi di luar dugaan, kita menganggap hal itu sebagai ancaman. Banyak orang mungkin tidak mengakui seberapa parah kemarahan mereka. Ketika kita merasa marah, pusat emosional otak kita berpengaruh lebih besar dibanding bagian otak yang mengatur pikiran sadar kita. Sebagian ahli percaya bahwa semakin kita marah, semakin kita tidak menyadari akan amarah yang kita alami.

 

Menghadapi temper tantrums yang ditunjukkan orang dewasa

Ketika temper tantrums ditunjukkan oleh orang-orang yang berada di dekat kita, ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menanganinya. Yang pertama adalah dengan tidak berdiam diri. Mengabaikan sama dengan memungkinkan perilaku itu untuk terus terjadi. Dengan Anda menarik diri malah membuat mereka merasa dihakimi.

Validasi perasaan mereka, bukan perilakunya. Katakan, “Saya mengerti bahwa kamu sekarang benar-benar merasa marah.” Setelah beberapa saat jelaskan mengapa perilaku itu membuat Anda merasa terganggu. Anda dapat mengatakan “Saya menyayangimu namun sulit bagi saya untuk mendukungmu ketika berada dalam keadaan seperti itu,”  atau, “Saya mengerti bahwa kamu merasa frustrasi namun berteriak dan memaki orang lain adalah hal yang tidak bisa diterima.”

Ajukan pertanyaan terbuka. Bagaimana perasaan mereka atas perilaku yang mereka tunjukkan? Apakah ia berada di bawah tekanan? Berusahalah memahami apa yang terjadi. Anda pun harus mengubah perilaku Anda. Jika mereka mengarahkan amarahnya kepada Anda, katakan dengan tegas sambil menatap mata mereka, “Saya tidak akan menerima perlakuan ini darimu.”  Jika mereka marah tidak berarti Anda harus merespon dengan amarah juga, atau pergi begitu saja. Berikan mereka ruang gerak, dan lanjutkan aktivitas Anda. Ketika mereka merasa lebih tenang Anda dapat membahas apa yang terjadi.

Jika orang yang Anda sayangi menunjukkan temper tantrum saat sedang berada di tempat umum, usahakan untuk mencari tempat yang tenang untuk berbicara atau menunggu hingga Anda sudah sampai di rumah. Yang terpenting adalah Anda menahan diri dengan tidak merespon secara agresif atau keras.

Apabila Anda sendiri yang sering mengalami temper tantrums maka ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan. Ketika Anda merasa sangat marah dan seperti ingin meledak, ambillah waktu jeda. Jika Anda berada di tempat kerja, keluarlah dari ruangan Anda untuk menghirup udara segar. Lalu mulailah menghitung dari satu hingga sepuluh. Dengan berkonsentrasi menghitung, Anda mengalihkan pikiran Anda dari situasi yang membuat Anda marah. Setelah itu bicarakanlah apa yang Anda rasakan dengan orang terdekat Anda. Dengan membicarakannya Anda akan merasa lebih ringan. Jika usaha ini belum berhasil Anda bisa bekerjasama dengan PSYCH-K Practitioner,  Psikolog atau therapist untuk bekerjasama dengan baik supaya Anda bisa terbebas  dari tantrum. Selamat melakukan usaha terbaik.


12 Comments

HARVARD: 4 KIAT PENTING MEMBUAT MASA PENSIUN MENYEHATKAN

11/14/2014

0 Comments

 
              Bagi sebagian orang, masa pensiun bagaikan imbalan atas kerja keras selama beberapa dekade. Di saat pensiun kita bisa bersantai, bereksplorasi dan melakukan kegiatan yang tidak bisa dilakukan sebelumnya selama masih bekerja. Namun bagi sebagian orang yang lainnya, masa pensiun adalah masa yang mengakibatkan frustrasi karena sejalan dengan bertambahnya usia, kesehatan pun menurun dan kita dihadapkan dengan semakin banyak keterbatasan. 

              Selama bertahun-tahun para peneliti mencari tahu dampak masa pensiun terhadap kesehatan. Salah satu penelitian yaitu yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health tentang Kesehatan dan Pensiun di Amerika Serikat (U.S. Health and Retirement). Para peneliti disana mengamati tingkat serangan jantung dan stroke di antara pria dan wanita. Dari sebanyak 5.422 orang yang berpartisipasi dalam studi ini, mereka yang telah pensiun mempunyai resiko 40% lebih banyak mengalami stroke dibandingkan mereka yang masih bekerja. Peningkatan ini lebih jelas terlihat selama 1 tahun pertama setelah pensiun. 

              Penelitian yang terbaru yang dilakukan oleh Institute of Economic Affairs (IEA) di Inggris, menunjukkan bahwa, masa pensiun walaupun memberikan kelegaan dan kesejahteraan, namun semua itu sifatnya sementara. Dalam jangka panjang, pensiun bisa berakibat buruk bagi kesehatan, meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami depresi dan setidaknya satu jenis penyakit fisik. Penelitian ini diberi judul “Bekerja Lebih Lama, Hidup Lebih Sehat”. Peneliti Gabriel H. Sahlgren, menganalisis data dari survei yang dilakukan di 11 negara Eropa dengan sampel sebanyak 7.000 hingga 9.000 orang berusia diantara 50 hingga 70 tahun, menggunakan dua metodologi terpisah. 

              Sahlgren membandingkan antara mereka yang berusia lanjut yang masih bekerja dan yang sudah pensiun. Hasilnya adalah: sebanyak 39% orang-orang yang sudah pensiun lebih kecil kemungkinannya untuk menilai kesehatan mereka sebagai “sangat baik”. 41% dari mereka yang sudah pensiun lebih cenderung menderita depresi, serta 63% mungkin menderita setidaknya satu jenis penyakit fisik. Penelitian ini tidak menemukan perbedaan signifikan antara wanita dan laki-laki, namun bagi wanita efek negatif terhadap kesehatan mental dan fisik sedikit lebih tinggi. Penelitian ini juga tidak menguji apakah efek kesehatan yang berbeda tergantung dari tipe pekerjaan yang pernah dilakukan, misalnya pekerjaan kasar dibandingkan dengan pekerjaan kantoran. 

              Memang ada banyak variabel di masa pensiun bagi setiap individu yang mengakibatkan adanya perbedaan efek kesehatan mental dan fisik. Masa pensiun bisa menurunkan tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan dan juga stres, namun juga dapat membuat pensiunan merasa terpisah dari jaringan sosial yang dibentuk di tempat kerja. Mereka merasa terisolasi dan ini dapat mempengaruhi kesehatan secara negatif. Secara kontras, bagi pensiunan yang lainnya hal ini justru membuat mereka menjalin kontak sosial yang baru dan mendapatkan lebih banyak waktu luang yang bisa digunakan untuk melakukan aktivitas fisik yang menyehatkan. 

              Rekomendasi yang diberikan oleh IEA adalah adanya perubahan kebijakan agar para pekerja bisa bekerja lebih lama, yaitu dengan menambah batasan usia pensiun. Sebagai perbandingan usia pensiun di Amerika Serikat adalah 67 tahun, di Kanada 65 tahun, di Inggris 68 tahun, di Italia 60 tahun, Jepang 65 tahun, Belanda 65 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk wanita. 

               Di Indonesia, usia pensiun adalah 56 tahun untuk pegawai negeri sipil dan untuk pegawai swasta antara 50-55 tahun. Ini dianggap terlalu muda dibandingkan dengan negara lainnya. Belum lagi dengan adanya program pensiun dini membuat kelompok lansia muda tidak produktif. Menurut pakar kependudukan, jumlah penduduk lanjut usia pada tahun 2030 diperkirakan jumlahnya akan lebih besar dari usia produktif. Data di tahun 2011 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki ranking empat untuk jumlah lansia terbanyak di dunia setelah China, Amerika dan India, dengan jumlah lansia mencapai 10 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 24 juta jiwa. Oleh sebab itu, ada baiknya jika batasan usia pensiun dikaji ulang karena sebenarnya usia 55 tahun dianggap masih termasuk usia produktif. Cara lainnya dengan memberdayakan lansia usia produktif.

              Bagi pekerja yang dihadapkan dengan pensiun, ada berbagai hal yang perlu disiapkan. Baik faktor finansial maupun non-finansial. Dari segi finansial tentunya tabungan maupun dana pensiun sangatlah penting. Selain itu juga Anda perlu melunasi hutang atau cicilan serta hipotek sebelum pensiun. Investasi untuk masa pensiun juga perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. 

             Dari penelitian yang dilakukan oleh Harvard, peneliti meminta para partisipan yang berusia 80 tahun ke atas untuk menjelaskan apa hal yang membuat masa pensiun menyenangkan, menyehatkan dan bermanfaat. Jawaban yang didapat, ada empat elemen penting: 
1.Jaringan sosial. Menjaga hubungan baik dengan rekan kerja maupun pertemanan di luar kerja, dan lebih baik lagi jika setelah pensiun Anda bertemu dengan orang-orang yang baru. karena  hal ini baik bagi kesehatan mental maupun fisik Anda. 
2. Tetap beraktivitas. Masa pensiun juga bisa menyebabkan stres karena berkurangnya sumber pemasukan keluarga, atau ada kemungkinan  Anda merindukan pekerjaan  yang Anda biasa lakukan dan Anda sukai. Oleh sebab itu sangatlah baik untuk  melakukan kegiatan yang Anda sukai yang mungkin belum sempat Anda lakuian. Juga kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan dari hobby ataupun keahlian yang Anda dapatkan selama bekerja.  Dan jika Anda pensiun dari perusahaan ternama dengan keahlian yang sudah terbukti Anda pun bisa tetap bekerja paruh waktu atau pun juga penuh pada perusahaan lainnya atau bisa juga bekerja sukarela.
3. Mengaktifkan sisi kreatif Anda membantu menjaga otak Anda tetap sehat. Anda bisa mencoba berkebun,memasak, membuat kue,  melukis, ataupun kegiatan lainnya. 
4. Terus belajar, sebab dengan belajar maka otak Anda akan terus aktif dan sehat. Ada banyak cara bagi Anda untuk belajar, misalnya dengan mempelajari teknik relaksasi baru, bahasa atau alat musik. 


Oleh Hanny Muchtar Darta

0 Comments

    Author

    Hanny, Parenting Consultant, Author and Founder

    Archives

    May 2016
    September 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Let's hug, we have virtual arms :)
 PT Radani Tunas Bangsa - Emotional Wellness
Plaza 5 Pondok Indah Blok D-18

Jl. Margaguna, Jakarta Selatan 12310 Indonesia
T: (62-21) 7266651, 7266636 F: 7262319